Hidup dengan penghasilan yang sangat kurang. Itulah yang banyak dialami orang di sekitar kita. Kerja keras setiap hari, keringat yang bercucuran dari tubuh mereka rupanya tak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ikhlas, satu kata yang hanya dapat mereka ungkapkan dalam menghadapi kehidupan ini.
Dibalik megahnya kota kembang Bandung, rupanya masih banyak orang yang berpenghasilan sangat rendah. Walaupun mereka bekerja menggunakan seragam, tetapi penghasilan mereka masih dibawah Upah Minimum Regional (UMR), ataupun Upah Minimum Kota (UMK) sehingga sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sukarna, kakek yang sudah berusia 73 tahun ini masih semangat bekerja menjadi juru parkir di depan rumah makan Bakmi Kejaksaan yang berada di Jln. Kejaksaan, Kota Bandung. “Saya menjadi tukang parkir ini dari tahun 50-an lah, lupa saya,” ujarnya sambil tertawa dan menunjukkan kartu anggota resmi juru parkir dari Pemerintah Kota Bandung.
Bekerja dari pukul 14.00 sampai 21.00, penghasilan yang didapat Pak Karna hanyalah sekitar Rp 10.000 sampai 15.000. “Kalau lagi rame, ya alhamdulillah dapat Rp 20.000 sampai Rp 30.000,” ujarnya. Dengan penghasilan segitu, Pak Karna masih harus menyetorkan upah kerjanya kepada dinas terkait sebesar Rp 5000. Terkadang, untung yang didapat Pak Karna setelah seharian bekerja hanya cukup untuk membayar uang setoran.
Kakek yang hanya tamatan Sekolah Dasar(SD) ini memilki satu istri tersayang, tujuh anak, serta telah memilki 19 cucu. “Anak-anak saya kebanyakan cuma lulus SD, mereka sekarang ada yang bekerja, ada yang nganggur, dan ada juga yang jadi tukang parkir juga seperti saya ini,” ujar Pak Karna menceritakan tentang anak-anaknya kepada kami.
Dengan penghasilan sebesar itu, Pak Karna masih harus menanggung beban kehidupan dia, istri, dan anak-anaknya yang tidak bekerja alias menganggur. Pak Karna mengeluhkan tentang mahalnya harga-harga bahan pokok sekarang ini. Tentu saja masalah ini menambah beban hidup yang ditanggung oleh Pak Karna. Mahalnya minyak tanah untuk memasak juga dikeluhkan oleh Pak Karna. Namun, sejak adanya konversi minyak tanah ke gas, agaknya dapat meringankan beban hidup yang ditanggung oleh Pak Karna. “Walaupun harga gas elpiji lebih mahal daripada minyak tanah, tapi kalau pakai gas kata istri saya lebih irit dan tahan lama,” kata Pak Karna.
Itulah Sukarna, walaupun hidupnya sulit, tetapi Ia dan keluarganya masih dapat hidup bahagia.
Oleh : Bayu Septianto/210110080023
15 komentar:
Sebuah cerita yang membuka mata kita bahwa materi bukalan sebuh kunci kebahagiaan.
Cerita yang bagus.
bener bgt, ikhlas kunci menghadapi kehidupan. tapi sayangnya untuk menjadi ikhlas itu ga segampang membalikkan telapak tangan. hehehe...
betul tuh,,susah untuk menjadi seseorang yang memiliki hati ikhlas..
@adrio : tuh yo, jadi orang yang ikhlas,,jangan mengeluh mulu..haha
bener bgt, kalo kita ikhlas, kita menjalankan hidup ini terasa sangat indah walaupun banyak mendapat cobaan..
kita sakit pun harus ikhlas juga dong ya??
manusia sukses adalah manusia yang selalu ikhlas dan bersyukur tetapi tidak pernah puas.
wah bener banget tuh fis,,
bapak ini bikin gw sedikit membuka mata untuk lebih bersyukur sama apa yang udah gw punya..
nice story
kesian y tu bapak banyak belajar nih dari kisah ini :D
masih banyak orang2 yang ikhlas dalam menghadap hidup ini..
kita harus terus bersyukur melihat seorang bapak tua yang kurang beruntung ini :(
aduh tolong dong pemerintah yang kaya gini2 tuh diperhatiin jangan perhatiin kantong pribadi aja !!!!
jujur dan ikhlas, adalah kunci hidup bahagia..
perlu dicontoh! sedih yaaaa tapinyaaa.. pemerintah itu lupa ya sama orang2 kayak gini? hadooooh
jadi inget film kiamat sudah dekat..
ikhlas menjadi hal yang terpenting kata pa haji
hahahahaaa
Posting Komentar